Rabu, 24 Mei 2017

EKOWISATA DI TNWK "SEBUAH HARAPAN"



Destinasi Way Kambas Yang Mendunia

“sebuah harapan pengelolaan ekowisata Profesional”





Pendahuluan

TN Way Kambas sebagai kawasan konservasi yang sudah dikenal masyarakat secara luas. Bahkan Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten telah menganggap bahwa TNWK sebagai destinasi utama yang harus dikembangkan secara maksimal khususnya bidang pariwisata alam.

Sebuah cita-cita yang besar, untuk mewujudkan TNWK sebagai destinasi utama pariwisata di Propinsi Lampung . Hal itu terungkap dalam seminar nasional ekowisata taman nasional way kambas pada medio bulan Nopember 2016 beberapa waktu yang lalu. Seminar yang dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Lampung Timur, Sekretaris Daerah Lampung dan para pejabat lainnya, termasuk perwakilan dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan serta dari Balai TN Way Kambas yang dipimpin oleh Kepala Balai sendiri, Subakir, S.H., M.H. Acara tersebut dihelat bertepatan dengan pelaksanaan festival Way Kambas Nopember 2016 yang merupakan hajat Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. Dalam agenda tersebut keinginan beberapa pihak untuk mewujudkan way kambas sebagai destinasi unggulan wisata nasional, bahkan pada tingkat dunia. Keyakinan itu mengemuka dengan berbagai potensi yang dimiliki oleh way kambas.

Prinsip 4A dalam sebuah destinasi

Dikutip dari Dalam mewujudkan sebuah destinasi tingkat dunia ada baiknya kita ungkap beberapa hal yang perlu dipenuhi. Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. I Gede Pitana dalam sambutannya di seminar Cooperation in the Development of Education and Tourism in Global Era pada 31 Mei 2012 di Surabaya, terlebih dahulu harus mengkaji 4 aspek utama (4A) yang harus dimiliki, yaitu attraction, accessibility, amenity dan ancilliary.

A1-Attraction

Attraction atau atraksi adalah produk utama sebuah destinasi wisata. Atraksi berkaitan dengan what to see dan what to do. Apa yang bisa dilihat dan dilakukan oleh wisatawan di destinasi tersebut. Atraksi bisa berupa keindahan dan keunikan alam, budaya masyarakat setempat, peninggalan bangunan bersejarah, serta atraksi buatan seperti sarana permainan dan hiburan. Sebuah atraksi harus mempunyai nilai diferensiasi atau keunikan yang tinggi. Unik dan berbeda dari daerah atau wilayah lain. Untuk saat ini sangat jelas bahwa destinasi utama wisatawan ke TNWK adalah Pusat Latihan Gajah dengan atraksi utama berbasis gajah seperti gajah tunggang, atraksi gajah, safari gajah, naik kereta gajah. Sedangkan atraksi berupa keindahan hutan dan pengamatan satwa seperti burung dapat dilakukan di sepanjang sungai Way Kanan hingga pantai Kuala Kambas. Di PLG ada keinginan untuk mengembangkan sebuah atraksi yang tidak membebani fisik gajah bahkan merupakan interaksi yang cukup menarik antara lain  menggembalakan gajah, memandikan dan memberi pakan gajah serta melatih gajah jinak. Namun tindakan tersebut harus dilakukan dengan pendampingan dari Pawang agar tidak membahayakan jiwa pengunjung.

A2-Accessibility

Accessibility atau aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi. Akses jalan raya, ketersediaan  sarana transportasi dan rambu-rambu penunjuk jalan merupakan aspek penting bagi sebuah destinasi. Bagaimana menjual sebuah produk  jika wisatawan tidak dapat mengunjungi dengan baik, tidak banyak wisatawan yang tertarik untuk mengunjunginya. Perlu juga diperhatikan bahwa akses jalan yang baik saja tidak cukup tanpa diiringi dengan ketersediaan sarana transportasi. Bagi individual tourist, keberadaan transportasi umum sangat penting karena kebanyakan mereka mengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent, sehingga sangat bergantung kepada sarana dan fasilitas publik.  

Berbicara tentang aksesibilitas, dibagi menjadi dua bagian yaitu aksesibilitas untuk menuju lokasi TNWK dan aksesibilitas untuk menuju lokasi destinasi dalam kawasan. Akses di luar kawasan tentu sangat tergantung pada pihak eksternal. Sedangkan akses dalam kawasan tergantung pada internal pengelola. Menyediakan akses yang mumpuni jelas tergantung pada dukungan pihak luar seperti Pemda.



Akses ke taman nasional way kambas dapat dijangkau dari beberapa kota sebagai titik simpul penting antara lain:

-       Pelabuhan Bakauheni – Labuhan Maringgai – Way Jepara – TN Way Kambas dengan jarak tempuh 95 km

-       Kota Bandar Lampung – Metro – Sukadana – TN Way Kambas dengan jarak tempuh 100 km

-       Bandar Udara Radin Inten 2 – Metro – Sukadana – TN Way Kambas dengan jarak tempuh 90 km

Secara umum kondisi aksesibilitas menuju TN Way Kambas dalam kondisi terawat sehingga waktu tempuh relatif lebih cepat. Sedangkan untuk transportasi publik yang saat ini bisa langsung ke TNWK (PLG) telah dirintis oleh Perum Damri dengan jumlah trip pada awalnya sebanyak 4 kali namun saat ini telah dikurangi menjadi 1 trip karena jumlah penumpang yang kurang dari target. Jumlah trip akan dikembalikan lagi seperti awalnya jika kunjungan wisatawan mengalami peningkatan.

Kondisi aksesibilitas untuk menuju obyek dalam kawasan setelah memasuki pintu gerbang terbagi menjadi dua yaitu :

Plang Hijau – PLG dengan jarak tempuh 9 km

Plang Hijau – SRS – Way Kanan dengan jarak tempuh 13 km

Masing-masing kondisi jalannya dalam kondisi yang perlu segera dibenahi. Sedangkan akses untuk menuju Pantai Kuala Kambas ditempuh melalui jalur sungai dengan menggunakan speedboat atau perahu, sehingga sarana transportasi yang perlu diperbanyak adalah perahu atau speedboat dengan jumlah dan kualitas yang memadai.


A3-Amenity

Amenity atau amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas berkaitan dengan ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap, restoran atau warung untuk makan dan minum, toilet umum, tempat istirahat, areal parkir, klinik kesehatan, sarana ibadah. Sarana tersebut tidak harus dibangun dalam destinasi tetapi berada di lokasi atau tempat yang bisa dijangkau dengan mudah. Namun yang penting adalah kondisi sarana tersebut layak bagi wisatawan. Kebanyakan fasilitas pendukung yang ada saat ini dalam kondisi yang kurang terawat bahkan sebagian meglamai kerusakan berat. Sehingga dapat mengganggu kenyamanan pengunjung. Banyaknya fasilitas yang telah mengalami kerusakan sebaiknya segera diganti dengan yang baru. Penertiban sarana yang rusak harus mendapat prioritas utama dari pengelola destinasi di TNWK. 

A4-Ancilliary

Ancilliary berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut.  Ini menjadi penting karena walaupun destinasi sudah mempunyai atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang baik, tapi jika tidak ada yang mengatur dan mengurus maka ke depannya pasti akan terbengkalai. Organisasi sebuah destinasi akan melakukan tugasnya seperti sebuah perusahaan. Mengelola destinasi sehingga bisa memberikan keuntungan kepada pihak terkait seperti pemerintah, masyarakat sekitar, wisatawan, lingkungan dan para stakeholder lainnya. Ketiadaan pengelola yang profesional dapat menyebabkan citra destinasi menjadi menurun.

Destinasi di TNWK secara keseluruhan masih dikelola oleh organisasi Balai TN Way Kambas.   Pengelolaan yang dilakukan lebih bersifat umum dan tidak fokus sehingga kurang profesional. Hal ini jelas akan menyebabkan pengelolaan sebuah destinasi menjadi kurang optimal. Dengan demikian untuk mengelola sebuah destinasi yang profesional dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai dengan pengetahuan atau latar belakang pendidikan yang pas.

Prinsip Empat “A” diatas sudah seharusnya menjadi pertimbangan bagi pengusaha industri pariwisata untuk mengembangkan suatu destinasi dengan potensi pariwisata yang tinggi.

Mengembangkan destinasi wisata di way kambas tentu memerlukan investasi yang sangat besar.



Bagaimana pariwisata di TNWK saat ini?

Jelas sekali bahwa TNWK adalah sebuah kawasan konservasi dengan segala aturan yang melekat didalamnya. TNWK sedari awal adalah sebuah kawasan konservasi dengan keunikan berupa  fauna yang khas sumatera seperti gajah Sumatera, badak Sumatera, harimau Sumatera, tapir dan beruang. Beberapa jenis primata seperti siamang, kera ekor panjang. Tidak hanya itu, way kambas adalah habitat  banyak jenis burung. Jumlah kunjungan ke way kambas setiap tahun cukup besar. Kunjungan ini didominasi oleh kunjungan yang bersifat masal. Sedangkan kunjungan yang sifatnya khusus cukup kecil. Bagaimana kondisi kunjungan wisatawan selama 5 (lima) tahun dapat dilihat dalam diagram berikut:


Gambar: Diagram kondisi jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke TNWK

Diagram diatas menunjukan bahwa terjadi kenaikan jumlah pengunjung yang cukup besar. Melonjaknya kunjungan selama lima tahun terakhir itu disebabkan oleh dibukanya kembali atraksi wisata gajah di PLG. Kunjungan yang besar di TNWK berangkat dari keunikan satwa bukan yang lainnya, seperti keindahan pantai, gunung dll. Kunjungan dengan jumlah yang cukup besar dimulai pada saat PLG dibuka untuk umum. Sejak itulah wisata masal sudah dimulai di TNWK hingga sekarang. wisata PLG secara keseluruhan berbasis satwa liar (gajah Sumatera yang telah dijinakkan). Atraksi gajah, tunggang gajah, safari gajah, gajah kereta adalah bentuk-bentuk langsung dari pemanfaatan gajah untuk wisata PLG.

Atraksi berbasis satwa ini tentu akan memiliki dampak berupa kerja gajah semakin berat seiring dengan semakin banyaknya kunjungan wisata. Kerja gajah yang semakin berat akan berefek pada kesehatan gajah, jumlah waktu gajah yang dipesiapkan untuk melayani semakin banyak dibandingkan dengan jumlah waktu gajah untuk mencari pakan di hutan dan gajah beristirahat. Kesemuanya itu akan membawa dampak berupa menurunnya kesehatan gajah. Semakin besar kunjungan wisata akan berdampak langsung pada kondisi gajah. Hubungan yang sangat kuat antara keberadaan satwa dengan kunjungan wisata di TNWK. Nampak jelas bahwa wisata di TNWK sangat berkaitan dengan keunikan satwa.

Kunjungan wisatawan yang bersifat khusus dan tidak mengandalkan fisik satwa tidak banyak, namun sangat potensial untuk dikembangkan sehingga secara perlahan ketergantungan terhadap wisatawan yang bersifat masal harus dikurangi.

Ada 2 (dua) model kunjungan pariwisata yang ada di TNWK yaitu kunjungan wisata yang bersifat masal atau mass tourism dan wisata yang bersifat khusus. Turis masal diwakili oleh kunjungan wisata ke PLG. Sedangkan wisatawan yang sifatnya khusus seperti pengamatan burung, edukasi dan lain-lain masih belum signifikan. Kunjungan wisatawan yang bersifat khusus biasanya didominasi oleh wisatawan mancanegara.



Peran yang bisa diambil oleh TNWK.

TNWK dikelola secara resmi oleh unit organisasi setingkat eselon III. Dalam salah satu tupoksinya adalah mengelola potensi wisata alam. Balai TN Way Kambas juga dibebani oleh jumlah penerimaan negara bukan pajak yang harus disetorkan ke Kas Negara. Mulai tahun 2017 sebenarnya dari sisi anggaran sudah ada pendanaan yang mulai besar dalam mendukung pengembangan wisata. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan TNWK sebagai salah satu daerah prioritas untuk mengembangkan pariwisata. Pemda Provinsi Lampung dan Kab Lampung Timur nampaknya juga telah bersinergi untuk mengangkat sektor pariwisata TNWK sebagai destinasi unggulan. TNWK sebagai pengelola harus mampu menyinergikan kekuatan tersebut untuk mempercepat terwujudnya pariwisata yang andal,

Merencanakan pengelolaan pariwisata TNWK harus dilakukan secara terpadu dan integral. Kerjasama lokal perlu diperkuat untuk segera menggarap sektor wisata yang kedepannya dijadikan acuan dan pengembangan pembangunan wisata TNWK. Dampak pariwisata baik negatif maupun positif harus benar-benar diukur untuk menghasilkan sebuah destinasi yang berkelanjutan. Jika diperlukan, TNWK kerjasama dengan konsultan khusus untuk pengembangan pariwisata yang mampu menyatukan antara prinsip konservasi dengan prinsip pariwisata? Sehingga memunculkan pariwisata yang berkelanjutan di TNWK.



Mengembangkan ekowisata sebagai suatu keniscayaan

Sebelum memasuki apa dan bagaimana ekowisata, terlebih dahulu yang perlu diketahui adalah wisata apa yang telah dilakukan di Way Kambas. Terdapat pemahaman yang dapat disampaikan yaitu apa yang dimaksud dengan wisata berbasis alam dan ekowisata. Jika pariwisata berbasis alam hanya melakukan perjalanan ke tempat-tempat alami, ekowisata secara langsung memberikan manfaat bagi lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat lokal. Seorang wisatawan yang melakukan kegiatan wisata berbasis alam hanya dapat pergi mengamati burung saja, namun seorang ekoturis (orang yang melakukan ekowisata) pergi mengamati burung dengan pemandu lokal, tinggal di penginapan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dan berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat lokal (www.studipariwisata.com).

Dari pengertian diatas, ekowisata memiliki jangkauan manfaat yang  lebih besar dari wisata berbasis alam. Ekowisata akan membangun hubungan yang saling menguntungkan antara kawasan dengan masyarakat sekitar hutan. Dampak ikutan yang ditimbulkan apabila konsep ekowisata yang dikembangkan di Taman Nasional Way Kambas, masyarakat secara langsung akan merasakan keberadaan sebuah taman nasional. Ekowisata memberikan sebuah nilai pemahaman yang baru bagaimana masyarakat terlibat secara aktif dalam membangun sebuah ekowisata di TNWK. Hubungan ini akan dirasakan masyarakat, sebagai misal jika jumlah kunjungan wisatawan mengalami penurunan, maka masyarakat secara langsung akan mengalami kerugian material yang cukup besar, pendapatan yang seharusnya diperoleh dengan menjadi guide akan hilang, kerugian berupa home stay yang telah dibangun menjadi kosong. Pemda akan kehilangan sumber pendapatan yang potensial dari kunjungan wisatawan seperti pajak makanan, pajak hotel dll.

Sebagaimana diketahui, saat ini antusiasme masyarakat dalam mendukung ekowisata di TNWK sudah mulai menggeliat, terbukti saat ini terdapat 7 rumah di Plang Hijau yang dijadikan home stay selain ada satu lokasi sebagai tempat penginapan yang dikelola secara profesional (satwa sumatera eco-logde). Oleh karena itu, ekowisata di TNWK sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan dan dikembangkan secara lebih maksimal untuk terwujudknya manfaat hutan TNWK terhadap masyarakat.



Penutup

Pariwisata di TNWK memiliki potensi yang luar biasa, namun harus dilakukan secara bijak. Kebutuhan manusia akan hiburan kedepan akan semakin besar. Balai TN Way Kambas selaku pengelola harus secara cepat dan cerdas mengantisipasi hal tersebut. Mengembangkan pariwisata tidak hanya bagaimana meningkatkan jumlah pengunjung secara besar-besaran namun lebih dari pada itu bagaimana sumber daya alam tetap lestari dalam jangka panjang. Meningkatkan jumlah PNBP jangan sebagai indikator utama dalam keberhasilan pengelolaan pariwisata namun harus melihat bagaimana keselamatan satwa sebagai core bisnis TNWK. Salah satu upaya memperbesar jumlah PNBP adalah dengan meningkatkan jumlah kunjungan wisata dengan minat khusus.  


Jumat, 02 Januari 2015

Perilaku Makan dan Minum Gajah Sumatra




Sukumar (2003) menjelaskan bahwa prinsipnya perilaku makan satwa  secara mendasar dapat dijelaskan oleh anatomi dan adaptasi fisiologisnya, yang merupakan produk sebuah evolusi yang sangat panjang. Di antara herbivora mamalia, struktur gigi dan saluran pencernaan menentukan secara jelas  jenis tanaman yang dimakan.  Selain itu, kebutuhan terhadap pakan dipengaruhi juga oleh ukuran tubuh, semakin besar maka diperlukan makanan yang lebih banyak. Pemenuhan pakan berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, jenis makanan yang ideal bagi gajah tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain, terdapat karakteristik yang khas sesuai dengan habitat setempat. Kebutuhan gizi gajah dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur gajah. Untuk mendapatkan gambaran tentang komposisi jenis pakan gajah Sumatera dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan pada komposisi yang dimakan di alamnya.
Dongolla et al, 2009. Pada prinsipnya gajah merupakan binatang nocturnal, yaitu aktiv pada malam hari, sehingga dengan aktivitas yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, maka perilaku gajah menjadi berubah. Gajah captive dan gajah alam, seringkali menunjukan perilaku yang berbeda. Gajah captive, aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh manusia. Aktivitas gajah captive bervariasi, mulai dari gajah kerja, gajah tangkap dan gajah yang diangon saja.

Gajah yang hidup di alam menghabiskan waktu sangat banyak untuk mencari makan. Alokasi waktu yang diperuntukkan  gajah dewasa untuk mencari makan berkisar antara 16 - 18 jam (Altevogt dan Kurt 1975), atau sekitar (70-90%).  Jenis makanan gajah mempunyai spectrum luas meliputi: berbagai jenis tumbuhan herba, daun muda, akar dan liana, rotan muda dan pucuk rotan, kulit kayu jenis-jenis pohon pada tingkat sapling, tunas bambu dan rebungnya serta daun muda, rumput buluh dan seluruh bagian pisang liar.
Gajah juga menyukai jenis-jenis tanaman yang sudah biasa dibudidayakan dalam pertanian antara lain, tebu dengan bagian batangnya, padi, buah-buahan, daun  kelapa dan umbutnya, pisang, pepaya, semangka dan lain-lain. Dengan ukuran yang besar, volume makan yang dihabiskan sangat besar. Seekor gajah dewasa Aceh dewasa ditaksir menghabiskan lebih dari 300 kg tumbuhan segar setiap harinya (Poniran 1974).
Selain itu dalam berbagai literatur menyampaikan, bahwa secara umum gajah mengkonsumsi makanan dengan kisaran 4% dari berat badan untuk gajah pada semua kelas umur dengan pengecualian gajah betina yang sedang menyusui, dengan tingkat konsumsi makanan mencapai angka 6% dari berat badan. Dengan demikian, jantan dewasa dengan berat 6.000 kg akan mengkonsumsi 240 kg, dan wanita menyusui seberat 2.700 kg akan makan 162 kg bahan tanaman segar setiap hari. Pemberian makanan dengan prosentase berat tersebut diatas untuk bahan makanan yang masih basah.
Prosentase berat asupan akan berkurang secara signifikan apabila diberikan dalam bentuk kering. Benedict (1936) mengemukaan pemberian makanan dalam kondisi kering akan mengurangi hanya menjadi 1% dari berat badan bagi sebagian besar gajah dan meningkat prosentasenya hingga mencapai 1,5% untuk gajah betina menyusui.
Berdasarkan analisis tinja oleh FG Benedict dari gajah Asia betina bernama "Jap" yang diterbitkan pada tahun 1936, rata-rata berat tinja selama 9 hari adalah 25,8 kg berat kering per hari. Gajah mengkonsumsi antara 1,5% dan 2,0% dari berat badan mereka sebagai hijauan kering setiap hari.
Besarnya konsumsi makanan gajah disebabkan karena system pencernaannya kurang sempurna, maka gajah dewasa dengan berat 3000 – 5000 kg, pada kondisi alami membutuhkan makanan yang sangat banyak, yaitu 200 – 300 kg hijauan segar per hari untuk seekor gajah dewasa atau 5 – 10% dari berat badannya (WWF 2005; Altevvogt dan Kurt 1975; Lekagul dan Mcneely 1977).
Sumber pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa (Ananthasubramaniam 1992). Ketersedian pakan di alam dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik habitat seperti iklim dan tanah sebagai media pertumbuhan. Ketersediaan pakan yang cukup berpengaruh pada tingkat kesejahteraan satwa, sehingga dihasilkan satwa-satwa yang mempunyai daya reproduksi tinggi dan ketahanan terhadap penyakit juga tinggi. Menurut Alikodra (1979), tumbuh-tumbuhan yang dimakan gajah dapat dikenali dengan melihat patahan pada batang, patahan cabang, rengkuhan cabang, kupasan kulit, dorongan dan tusukan gading.
Dalam hubungannya dengan reproduksi, ketersediaan pakan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup akan mempengaruhi fertilitas dan fekunditas satwa. Gajah termasuk satwa herbivora sehingga membutuhkan ketersediaan makanan hijauan yang cukup di habitatnya (Barnes 1982). Gajah juga membutuhkan habitat  yang bervegetasi pohon untuk makanan pelengkap dalam memenuhi kebutuhan mineral kalsium guna memperkuat  tulang, gigi dan gading.
Mahanani (2012) telah melakukan kajian makan gajah di hutan dataran rendah di Sumatera Selatan. Vegetasi hijauan pakan merupakan faktor utama satwa liar bertahan hidup. Pakan merupakan faktor pembatas bagi satwa yang artinya kehadiran pakan akan mempengaruhi keberadaan gajah di lokasi tersebut. Dari hasil pengamatan di lapangan, jenis makanan gajah antara lain rumput-rumputan, daun, liana, akar, rotan muda, pisang-pisangan, bambu, pakis, nibung. Kebutuhan pakan gajah sangat banyak sesuai dengan ukuran tubuhnya, namun gajah merupakan satwa yang boros terhadap makanannya.
Tidak semua makanan habis dimakannya namun terkadang dikibaskan di atas punggungnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari gigitan serangga yang bernama pitak (nama lokal) yang sering menghisap darah sampai menyebabkan darah keluar.  SM Padang Sugihan sebagian besar ditumbuhi oleh padang rumput. Berdasarkan hasil inventarisasi sebelum dilakukan penunjukkan kawasan ditemukan 25 (duapuluh lima) jenis pakan alami gajah. Pada saat penelitian ditemukan 15 (lima belas) jenis rumput. Pada masing-masing lokasi jenis yang mendominasi berbeda, hal ini dimungkinkan kondisi dan jenis tempat tumbuh yang berbeda pula.
Menurut taksiran Poniran (1974) seekor gajah Sumatera membutuhkan air minum sebanyak 20 – 50 liter/hari, tetapi menurut Lekagul dan Mcneely (1977) kebutuhan minum gajah di Thailand tidak kurang dari 200 liter per hari. Air termasuk komponen pakan, yang berfungsi dalam proses kimia dan pencernaan makanan. Air dibutuhkan untuk menyejukan tubuh karena adanya proses evaporasi di lingkungan panas. Sebagian besar satwa hidupnya sangat tergantung pada air dalam jumlah dan bentuk ketersediaan sangat bervariasi, tergantung kebutuhan satwa. Bahkan satwa liar untuk mendapatkan air di musim kering, memiliki berbagai macam cara. Satwa-satwa yang mobilitasnya tinggi akan melakukan migrasi untuk mendapatkan air dimusim kering, dan gajah dengan kebutuhan airnya banyak, akan menggali dasar sungai kering, menyediakan air untuk kebutuhan hidupnya (Bailey 1984; Sukumar 1989).
Gajah juga membutuhkan garam-garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolisme tubuhnya dan melancarkan proses pencernaan makanan. Untuk memperoleh garam-garam mineral seperti kalsium, magnesium dan kalium, gajah mengunjungi tempat-tempat tertentu yang disebut dengan salt lick terutama pada saat atau sesudah hujan, dimana air tanah meluap menjadi keruh seperti susu. Jika tidak hujan salt lick menjadi lebih keras untuk mendapatkan garam, gajah yang bergading akan menusuk / menggali dinding salt lick dengan gadingnya, atau bagi yang bergading dengan cara menggaruk-nggaruk tanah dengan kaki dan belalainya atau dengan menumbuk/mendobraknya (Leckagul dan Mcneely 1977). Ketersediaan salt lick di daerah jelajah gajah sangat menentukan tingkat kesejahteraan satwa.

Berat gajah Asia berdasarkan kelas umur
Kelompok umur
Satuan
Rata-rata
St. Dev.
Minimum
Maximum




Value
Value
0-1 hari
Kg
118.8
20.7
68.18
133.2
6-8 hari
Kg
136.4
6.8
130.5
148.0
0.9-1.1 bulan
Kg
156.3
18.8
118.2
173.9
5.4-6.6 bulan
Kg
311.0
79.2
160.0
468.0
0.9-1.1 tahun
Kg
339.1
116.4
236.4
514.4
1.8-2.2 tahun
Kg
843.7
254.4
424.5
1364
4.5-5.5 tahun
Kg
1242
280
763.6
1491
9.5-10.5 tahun
Kg
2214
203
1690
2836
14.5-15.5 tahun
Kg
2994
588
1734
4091
19.0-21.0 tahun
Kg
3300
557
1990
4814
.
 
Beberapa hasil penelitian tentang protein dan beberapa elemen mikro penting yang terdapat dalam tumbuhan yang disukai oleh gajah.
Botanical name (nama Indonesia)
English
Crude protein (%)
Na
Mg
Fe
K
Cu
Zn
Mn
Biji-bijian









Oriza sativa (padi)
paddy
7.1
64.5
8.5
0
55.5
0
3.2
0
Eleusine coracana (rumput lulangan)
Ragi
6
-
450.6
20.4
134
0
351.7
5.9
Vigna unguiculata (kacang tunggak)
Horse Gram
20.5
34.8
45.1
0
268.8
0.6
2.7
0
Vigna radiata (kacang hijau)
Green Gram
20.6
24.6
56.3
0
322.4
0
1.7
0
Pakan hijauan









Ochlandra sp. (bambu-bambuan)
Nannal

3.3
24
50.7
4.7
316.3
0
1.6
3.1
Cyperus sp. (rumput teki-tekian)
Koraipul

3.6
76.5
76.1
20.5
396.5
0.4
2
10.1
Pannicum sp. (juwawut)
Hybrid Grass
10.1
62.6
81.1
7
416.3
4
2.7
0
Cyanodon dactylon (rumput grinting)
Common Grass
16.5
11.6
32
1.8
240
1.2
2.8
0
Saccharum officinarum (tebu)
Sugarcane
3.6
23.1
69.8
15.3
342
3.4
2.8
0
Sorghum vulgare (sorgum/jagung joto)
Jowar
17
14.8
99.7
3.9
367.6
0.5
2.6
0
Ficus bengalensis (beringin)
Banyan Tree
8.5
12.5
174.6
0.2
294.7
4.2
1.8
0
Ficus religiosa (ara-araan)
Peepul Tree
10.9
12.2
40.3
0
158
1.9
1.6
0
Cocos nucifera (Kelapa)
Coconut Tree
8.8
35.4
133.5
10.9
285.9
2
2.1
0
Bambusa arundinacea (pring ori)
Bamboo Tree
11.1
201.6
123.6
14.7
337.7
1.2
2.4
0
Caryota urens (Sagu)
Kunthal Panai Tree
6.5
-
1199
26
294.1
1.5
409.6
9.2
Elaeis guinensis Jack (Kelapa sawit)

6.5
-
-
-
-
-
-
-

EKOWISATA DI TNWK "SEBUAH HARAPAN"

EKOWISATA DI TNWK "SEBUAH HARAPAN"

Destinasi Way Kambas Yang Mendunia “sebuah harapan pengelolaan ekowisata Profesional” Pendahuluan TN Way Kamba...