Minggu, 28 Desember 2014

Sekilas gajah TN Way Kambas



Terdapat dua populasi besar gajah di dunia yaitu gajah afrika dan gajah asia. Sesuai dengan namanya gajah afrika mendiami benua afrika dan gajah asia mendiami benua asia. Gajah asia terdiri dari beberapa sub spesies yang tersebar mulai dari India, Srilangka, Mianmar, Thailand dan Indonesia. Murray (2006) Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) adalah subspecies gajah asia yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera, dan seperti banyak jenis gajah yang lain saat ini populasinya mengalami penurunan yang sangat tajam. Jumlah gajah Sumatra pada tahun 2000 diperkirakan berkisar antara 2085 sampai 2690 ekor. Jumlah gajah yang didomestikasi 362 ekor tahun 2000. Kumar (2010) menyebutkan bahwa hilangnya habitat, degradasi, fragmentasi, konversi, dan eksploitasi sumber daya, yang dihasilkan oleh aktivitas manusia menyebabkan perubahan konfigurasi spasial habitat dan laju penurunan yang cepat untuk satwa liar tersebut.
Lebih dari dua pertiga hutan dataran rendah alami telah hancur dalam kurun waktu 25 tahun terakhir dan hampir 70 persen habitat gajah Sumatera telah hancur dalam satu generasi. Dalam 25 tahun terakhir jumlah gajah telah menurun secara mengejutkan dengan besaran 80 persen, saat ini kondisinya terbatas pada kawanan pada patch hutan yang kecil.
Populasi gajah kondisinya semakin terancam termasuk gajah Sumatera sebagai salah satu yang terancam punah, hal tersebut dibuktikan dengan perubahan status gajah dari kritis (endanger) menjadi sangat terancam punah (Critically endanger) Pada 2012. Perubahan status tersebut karena setengah dari populasinya telah hilang dalam turunan satu generasi yang sebagian besar karena kehilangan habitat dan akibat konflik manusia-gajah serta perburuan liar. Pulau Sumatera sebagai habitat gajah Asia utama telah mengalami satu tingkat deforestasi tertinggi, yang telah mengakibatkan kepunahan gajah lokal di banyak wilayah. Dengan demikian dipastikan bahwa nasib gajah sumatera menghadapi tekanan yang luar biasa besar.
Apabila mengikuti asumsi sederhana tentang keberlanjutan populasi dalam jangka pendek dan panjang yaitu prinsip “50-500” bahwa populasi ini sudah dianggap tidak mungkin untuk bertahan dalam jangka panjang. Provinsi Lampung telah mengalami penurunan jumlah kelompok habitat gajah dari dua belas pada tahun 1980 hanya menjadi tiga pada tahun 2002. Dimana hanya dua kawanan saja yang masih layak secara biologis, yaitu yang terdapat di TN Bukit Barisan Selatan dan TN Way Kambas.
Pemerintah saat ini mengelola gajah liar menjadi dua bentuk yaitu gajah yang dikelola secara alami di habitatnya dan gajah yang dikelola secara captive (penangkaan). Pada awalnya pengelolaan gajah captive ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menyelamatkan gajah yang kehilangan habitatnya. Namun dengan semakin beratnya tekanan yang dihadapi oleh gajah yang berada di alam, diharapkan peranan gajah captive seperti Pusat Konservasi Gajah menjadi penting untuk mendukung  keberadaan populasi gajah secara keseluruhan. Sejarah pengelolaan gajah captive di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas telah berlangsung sejak pertengan tahun 80-an.  Salah satu aspek penting dalam pengelolaan gajah captive adalah penanganan tentang kesehatan gajah.  Banyak parameter yang terlibat yang harus diperhatikan dalam kesehatan gajah, mulai dari aspek makanan, kandang, perawatan dan lain-lain.    
Dalam undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan. Ayat (2)  Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.
Pengelolaan gajah captive sebagaimana yang tedapat di Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way Kambas harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam undang-undang diatas. Pendekatan kesejahteraan terhadap gajah captive perlu menjadi perhatian dikarenakan semakin menurunnya populasi hewan tersebut di alam. Namun demikian pengelolaan gajah captive harus memperhatikan perilaku alamiahnya.
Dalam banyak literature, bahwa gajah termasuk binatang malam, secara alami gajah ini menghabiskan waktu 17 – 19 jam per hari untuk makan. Tumbuh-tumbuhan dalam jumlah banyak diperlukan bagi gajah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Gajah betina dewasa memerlukan kira-kira 5 % dari berat badanya atau sekitar 150 – 175 kg makanan setiap harinya untuk menjaga kesehatannya. Betina yang sedang hamil, yang sedang menyusui, dan jantan dewasa memerlukan lebih dari 175 kg makanan setiap harinya. Gajah yang dipekerjakan membutuhkan lebih banyak makanan dari yang tidak bekerja.
Jumlah dan jenis makanan juga memperhatikan usia gajah, jenis kelamin. Pada saat gajah beranjak tua, dia akan kehilangan giginya dan tidak bisa mengunyah makanannya, sehingga memerlukan makanan khusus. Suplemen dapat diberikan sebagai tambahan dari makanan alami untuk menjaga gajah agar tetap sehat dan berat badan yang normal.
Budidaya pakan gajah (rumput gajah, pisang, tebu, nanas) pada luasan tertentu yang memilikii produktifitas yang memadai untuk melengkapi pemenuhan kebutuhan pakan gajah selain pakan berupa pelepah/daun kelapa, tanaman di hutan, dan suplemen, diharapkan akan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan gajah di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas. Pemilihan jenis tanaman budidaya yang relative mudah dibudidayakan dan dapat dipanen/dipangkas berulang kali sepanjang tahun, sehingga produktifitasnya cukup tinggi, serta memiliki kandungan nutrisi yang cukup, dapat menjadi alternative pakan gajah untuk dikembangkan. Manajemen budidaya yang baik, serta adanya pelibatan masyarakat sekitar, diharapkan juga dapat memberi dampak positif bagi konservasi kawasan secara umum.
Komposisi makanan yang mencerminkan kebutuhan terhadap serat dan aspek lain yang dibutuhkan oleh gajah captive sangat penting untuk diperhatikan. Pemberian makanan pada gajah captive sebagaimana di Pusat Konservasi Gajah dapat dilakukan dengan mempelajari bagaimana perilaku makan gajah liar. Karena hal tersebut adalah panduan terbaik bagi pengelola untuk memberi makan di penangkaran. Pengelola gajah harus meniru pemberian pakan dengan semaksimal mungkin mendekati pakan alami. Gajah liar dalam aktivitas makan dapat menghabiskan waktu antara 14 sampai 18 jam sehari. Lamanya aktivitas makan tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh badan gajah yang sangat besar, mulut yang tidak bias memakan sekali dalam jumlah besar dan distribusi pakan yang luas sehingga memerlukan waktu yang lama untuk memenuhi kebutuhan bagi tubuhnya, baik dari sisi kuantitas maupun waktunya. Namun demikian kuantitas pakan dalam gajah captive dapat dikompensasi dengan pemberian dalam volume yang besar dengan kualitas nutrisi yang lebih baik. Sehingga perlu dilakukan penambahan jumlah makanan.

Sabtu, 27 Desember 2014

Gajah di Taman Nasional Way Kambas

Banyak satwa langka yang dilindungi yang hidup di kawasan way kambas salah satunya adalah Gajah Sumatera. Binatang berkaki empat, berbelalai panjang yang konon menurut para ahli sejarah evolusi satwa merupakan keturunan gajah purba yang hidup di Pulau Jawa sekitar 800.000 tahun silam (sumber: www.nasionalgeografi.co.id). sedangkan di taman nasional way kambas sendiri  Gajah Sumatera, sebagian adalah kelompok yang secara turun-temurun telah hidup dan berkembang biak di kawasan ini, dan sebagian lagi merupakan kelompok pendatang hasil dari proses penggiringan gajah pada tahun 1980-an karena habitat mereka yang rusak karena eksploitasi oleh manusia. Tidak mudah membedakan gajah yang asli maupun pendatang sehingga butuh orang yang ahli satwa. Tapi yang jelas, bahwa gajah asli maupun pendatang, mereka sama-sama gajah Sumatera tidak ada perbedaan perlakuan karena sama-sama dilindungi oleh undang-undang.

EKOWISATA DI TNWK "SEBUAH HARAPAN"

EKOWISATA DI TNWK "SEBUAH HARAPAN"

Destinasi Way Kambas Yang Mendunia “sebuah harapan pengelolaan ekowisata Profesional” Pendahuluan TN Way Kamba...