Terdapat dua
populasi besar gajah di dunia yaitu gajah afrika dan gajah asia. Sesuai dengan
namanya gajah afrika mendiami benua afrika dan gajah asia mendiami benua asia. Gajah
asia terdiri dari beberapa sub spesies yang tersebar mulai dari India,
Srilangka, Mianmar, Thailand dan Indonesia. Murray (2006) Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) adalah
subspecies gajah asia yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera, dan seperti
banyak jenis gajah yang lain saat ini populasinya mengalami penurunan yang
sangat tajam. Jumlah gajah Sumatra pada tahun 2000 diperkirakan berkisar antara
2085 sampai 2690 ekor. Jumlah gajah yang didomestikasi 362 ekor tahun 2000. Kumar
(2010) menyebutkan bahwa hilangnya habitat, degradasi,
fragmentasi, konversi, dan eksploitasi sumber daya, yang dihasilkan oleh aktivitas
manusia menyebabkan
perubahan konfigurasi spasial habitat dan laju penurunan yang cepat untuk satwa
liar tersebut.
Lebih dari dua pertiga hutan dataran rendah alami telah hancur dalam kurun waktu 25 tahun terakhir dan hampir 70 persen habitat
gajah Sumatera telah
hancur dalam satu generasi. Dalam 25 tahun terakhir jumlah gajah telah menurun secara mengejutkan dengan
besaran 80 persen, saat ini
kondisinya terbatas pada kawanan pada patch hutan yang kecil.
Populasi gajah
kondisinya semakin terancam termasuk gajah Sumatera sebagai salah satu yang
terancam punah, hal tersebut dibuktikan dengan perubahan status gajah dari
kritis (endanger) menjadi sangat
terancam punah (Critically endanger) Pada 2012. Perubahan status tersebut karena setengah dari populasinya telah hilang dalam turunan satu generasi yang sebagian besar karena kehilangan habitat dan
akibat konflik manusia-gajah serta perburuan liar. Pulau Sumatera sebagai habitat gajah
Asia utama telah mengalami satu tingkat deforestasi tertinggi, yang telah
mengakibatkan kepunahan gajah lokal di banyak wilayah. Dengan demikian dipastikan
bahwa nasib gajah sumatera menghadapi tekanan yang luar biasa
besar.
Apabila mengikuti asumsi sederhana tentang
keberlanjutan populasi dalam jangka pendek dan panjang yaitu prinsip “50-500”
bahwa populasi ini sudah
dianggap tidak mungkin untuk bertahan dalam jangka panjang. Provinsi Lampung telah mengalami penurunan jumlah kelompok habitat gajah dari dua belas pada tahun 1980 hanya menjadi tiga
pada tahun 2002. Dimana hanya dua kawanan saja yang masih layak secara
biologis, yaitu yang terdapat di TN Bukit Barisan Selatan dan TN Way Kambas.
Pemerintah saat ini mengelola gajah liar menjadi dua bentuk yaitu gajah
yang dikelola secara alami di habitatnya dan gajah yang dikelola secara captive
(penangkaan). Pada awalnya pengelolaan gajah captive ini dimaksudkan sebagai
upaya untuk menyelamatkan gajah yang kehilangan habitatnya. Namun dengan
semakin beratnya tekanan yang dihadapi oleh gajah yang berada di alam,
diharapkan peranan gajah captive seperti Pusat Konservasi Gajah menjadi penting
untuk mendukung keberadaan populasi
gajah secara keseluruhan. Sejarah pengelolaan gajah captive di Pusat Konservasi
Gajah Taman Nasional Way Kambas telah berlangsung sejak pertengan tahun
80-an. Salah satu aspek penting dalam
pengelolaan gajah captive adalah penanganan tentang kesehatan gajah. Banyak parameter yang terlibat yang harus
diperhatikan dalam kesehatan gajah, mulai dari aspek makanan, kandang, perawatan
dan lain-lain.
Dalam undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (1) dinyatakan
bahwa kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan
hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik
konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan.
Ayat (2) Hewan adalah binatang atau
satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air,
dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.
Pengelolaan gajah captive sebagaimana yang tedapat di Pusat Latihan
Gajah Taman Nasional Way Kambas harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip yang
terdapat dalam undang-undang diatas. Pendekatan kesejahteraan terhadap gajah captive perlu
menjadi perhatian dikarenakan semakin menurunnya populasi hewan tersebut di
alam. Namun demikian pengelolaan gajah captive harus memperhatikan perilaku
alamiahnya.
Dalam
banyak literature, bahwa gajah termasuk binatang malam, secara alami gajah ini menghabiskan
waktu 17 – 19 jam per hari untuk makan. Tumbuh-tumbuhan dalam jumlah banyak
diperlukan bagi gajah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Gajah betina dewasa
memerlukan kira-kira 5 % dari berat badanya atau sekitar 150 – 175 kg makanan
setiap harinya untuk menjaga kesehatannya. Betina yang sedang hamil, yang
sedang menyusui, dan jantan dewasa memerlukan lebih dari 175 kg makanan setiap
harinya. Gajah yang dipekerjakan membutuhkan lebih banyak makanan dari yang
tidak bekerja.
Jumlah
dan jenis makanan juga memperhatikan usia gajah, jenis kelamin. Pada saat gajah
beranjak tua, dia akan kehilangan giginya dan tidak bisa mengunyah makanannya,
sehingga memerlukan makanan khusus. Suplemen dapat diberikan sebagai tambahan
dari makanan alami untuk menjaga gajah agar tetap sehat dan berat badan yang
normal.
Budidaya
pakan gajah (rumput gajah, pisang, tebu, nanas) pada luasan tertentu yang
memilikii produktifitas yang memadai untuk melengkapi pemenuhan kebutuhan pakan
gajah selain pakan berupa pelepah/daun kelapa, tanaman di hutan, dan suplemen,
diharapkan akan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan gajah di Pusat
Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas. Pemilihan jenis tanaman
budidaya yang relative mudah dibudidayakan dan dapat dipanen/dipangkas berulang
kali sepanjang tahun, sehingga produktifitasnya cukup tinggi, serta memiliki
kandungan nutrisi yang cukup, dapat menjadi alternative pakan gajah untuk
dikembangkan. Manajemen budidaya yang baik, serta adanya pelibatan masyarakat
sekitar, diharapkan juga dapat memberi dampak positif bagi konservasi kawasan
secara umum.
Komposisi makanan yang mencerminkan kebutuhan
terhadap serat dan aspek lain yang dibutuhkan oleh gajah captive sangat penting
untuk diperhatikan. Pemberian makanan pada gajah captive sebagaimana di Pusat
Konservasi Gajah dapat dilakukan dengan mempelajari bagaimana perilaku makan
gajah liar. Karena hal tersebut adalah panduan terbaik bagi pengelola untuk
memberi makan di penangkaran. Pengelola gajah harus meniru pemberian pakan
dengan semaksimal mungkin mendekati pakan alami. Gajah liar dalam aktivitas
makan dapat menghabiskan waktu antara 14 sampai 18 jam sehari. Lamanya
aktivitas makan tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh badan gajah yang
sangat besar, mulut yang tidak bias memakan sekali dalam jumlah besar dan
distribusi pakan yang luas sehingga memerlukan waktu yang lama untuk memenuhi
kebutuhan bagi tubuhnya, baik dari sisi kuantitas maupun waktunya. Namun
demikian kuantitas pakan dalam gajah captive dapat dikompensasi dengan
pemberian dalam volume yang besar dengan kualitas nutrisi yang lebih baik.
Sehingga perlu dilakukan penambahan jumlah makanan.